Semua kambing ketakutan dan merapat! Anak singa itu juga ikut takut dan ikut merapat. Sementara sang serigala langsung lari terbirit-birit. Saat singa dewasa hendak menerkam kawanan kambing itu, ia terkejut di tengah-tengah kawanan kambing itu ada seekor anak singa.
Beberapa ekor kambing lari, yang lain langsung lari. Anak singa itu langsung ikut lari. Singa itu masih tertegun. Ia heran kenapa anak singa itu ikut lari mengikuti kambing? Ia mengejar anak singa itu dan berkata,
"Hai kamu jangan lari! Kamu anak singa, bukan kambing! Aku tak akan memangsa anak singa!"
Namun anak singa itu terus lari dan lari. Singa dewasa itu terus mengejar. Ia tidak jadi mengejar kawanan kambing, tapi malah mengejar anak singa. Akhirnya anak singa itu tertangkap. Anak singa itu ketakutan.
"Jangan bunuh aku, ammpuun!"
"Kau anak singa, bukan anak kambing. Aku tidak membunuh singa!"
Dengan meronta-ronta anak singa itu berkata, "Tidak aku anak kambing! Tolong lepaskan aku!"
Anak singa itu meronta dan berteriak keras. Suaranya bukan auman tapi suara embikan, persis seperti suara kambing.
Sang singa dewasa heran bukan main. Bagaimana mungkin ada anak singa bersuara kambing dan bermental kambing. Dengan geram ia menyeret anak singa itu ke danau. Ia harus menunjukkan siapa sebenarnya anak singa itu. Begitu sampai di danau yang jernih airnya, ia meminta anak singa itu melihat bayangan dirinya sendiri. Lalu membandingkan dengan singa dewasa.
Begitu melihat bayangan dirinya, anak singa itu terkejut, "Oh, rupa dan bentukku sama dengan kamu. Sama dengan singa, si raja hutan!"
"Ya, karena kamu sebenarnya anak singa. Bukan anak kambing!" Tegas singa dewasa.
"Jadi aku bukan kambing? Aku adalah seekor singa!"
"Ya kamu adalah seekor singa, raja hutan yang berwibawa dan diikuti oleh seluruh isi hutan! Ayo aku ajari bagaimana menjadi seekor raja hutan!" Kata sang singa dewasa.
Singa dewasa lalu mengangkat kepalanya dengan penuh wibawa dan mengaum dengan keras. Anak singa itu lalu menirukan, dan mengaum dengan keras. Ya mengaum, menggetarkan seantero hutan. Tak jah dari situ serigala ganas itu lari semakin kencang, ia ketakutan mendengar auman anak singa itu.
Anak singa itu kembali berteriak penuh kemenangan. "Aku adalah seekor singa! Raja hutan yang gagah perkasa!"
Singa dewasa tersenyum bahagia mendengarnya.
Nota: Azzam telah tamat bercerita tentang kisah tersebut dan menyambung kuliahnya. Ha part ni la pengajarannye. Baca la betui2 ye...
Saya tersentak oleh kisah anak singa di atas! Jangan-jangan kondisi kita, dan sebagian besar orang di sekeliling kita mirip dengan anak singa di atas. Sekian lama hidup tanpa mengetahui jati diri dan potensi terbaik yang dimilikinya.
Betapa banyak manusia yang menjalani hidup apa adanya, biasa-biasa saja, ala kadarnya. Hidup dalam keadaan terbelenggu oleh siapa dirinya sebenarnya. Hidup dalam tawanan rasa malas, langkah yang penuh keraguan dan kegamangan. Hidup tanpa semangat hidup yang seharusnya. Hidup tanpa kekuatan nyawa terbaik yang dimilikinya.
Saya amati orang-orang di sekitar saya. Di antara mereka ada yang telah menemukan jati dirinya. Hidup dinamis dan prestatif. Sangat faham untuk apa ia hidup dan bagaimana ia harus hidup. Hari demi hari ia lalui dengan penuh semangat dan optimis. Detik demi detik yang dilaluinya adalah kumpulan prestasi dan rasa bahagia. Semakin besar rintangan menghadap semakin besar pula semangatnya untuk menaklukkannya.
Namun tidak sedikit yang hidup apa adanya. Mereka hidup apa adanya karena tidak memiliki arah yang jelas. Tidak faham untuk apa dia hidup, dan bagaimana ia harus hidup. Saya sering mendengar orang-orang yang ketika ditanya, "Bagaimna Anda menjalani hidup Anda?" atau "Apa prinsip hidup Anda?", mereka menjawab dengan jawaban yang filosofis,
"Saya menjalani hidup ini mengalir bagaikan air. Santai saja."
Tapi sayangnya mereka tidak benar-benar tahu filosofi 'mengalir bagaikan air'. Mereka memahami hidup mengalir bagaikan air itu ya hidup santai. Sebenarnya jawaban itu mencerminkan bahwa mereka tidak tahu bagaimana mengisi hidup ini. Bagaimana cara hidup yang berkualitas. Sebab mereka tidak tahu siapa sebenarnya diri mereka? Potensi terbaik apa yang telah dikaruniakan oleh Tuhan kepada mereka. Bisa jadi mereka sebenarnya adalah 'seekor singa' tapi tidak tahu kalau dirinya 'seekor singa'. Mereka menganggap dirinya adalah 'seekor kambing' sebab selama ini hidup dalam kawanan kambing.
Filosofi menjalani hidup mengalir bagaikan air yang dimaknai dengan hidup santai saja, atau hidup apa adanya bisa dibilang prototipe, gaya hidup sebagian besar penduduk negeri ini. Bahkan bisa jadi itu adalah gaya hidup sebagian besar masyarakat dunia Islam saat ini.
Ketika saya pulang ke kampung setelah sembilan tahun meninggalkan kampung halaman untuk belajar di Cairo, saya menemukan tidak ada perubahan berarti di kampung halaman saya. Cara berpikir masyarakatnya masih sama. Cara hidupnya masih sama saja. Pak Anu yang ketika saya masih di SD dulu kerjanya menggali sumur, sampai saya pulang dari Mesir, bahkan sampai saat saya berdiri di mimbar ini juga berprofesi menggali sumur. Bu Anu yang dulu kerjanya menjual air memakai gerobak sampai sekarang juga tidak berubah. Mbak Anu yang dulu jualan krupuk sambal di dekat SD sampai sekarang juga masih di sana dan berjualan dagangan yang sama.
Bahkan teman-teman yang dulu ketika di bangku sekolah dasar terlihat begitu rajin dan cerdas, yang dulu pernah bercita-cita mau jadi ini dan itu dan saya berharap ia telah meraih cita-citanya sekian tahun berpisah ternyata jauh panggang dari api. Orang-orang yang dulu hidup memprihatinkan ternyata sampai sekarang tidak berubah.
Kenapa tidak berubah?
Jawabnya karena mereka tidak mau berubah.
Kenapa tidak mau berubah?
Jawabnya karena mereka tidak tahu bahwa mereka harus berubah. Bahkan kalau mereka tahu mereka harus berubah, mereka tidak tahu bagaimana caranya berubah. Sebab mereka terbiasa hidup pasrah. Hidup tanpa rasa berdaya dalam keluh kesah. Dan cara hidup seperti itu yang terus diwariskan turun temurun.
Ada seorang sastrawan terkemuka, yang demi melihat kondisi bangsa yang sedemikian akut rasa tidak berdayanya sampai dia mengatakan, "Aku malu jadi orang Indonesia!"
Di mana-mana, kita lebih banyak menemukan orang-orang bermental lemah, hidup apa adanya dan tidak terarah. Orang-orang yang tidak tahu potensi terbaik yang diberikan Allah kepadanya. Orang-orang yang ada ditindas dan dijajah oleh kesengsaraan dan kehinaan. Padahal sebenarnya jika mau, pasti bisa hidup merdeka, jaya, berwibawa dan sejahtera.
Tak terhitung berapa jumlah masyarakat negeri ini yang bermental kambing. Meskipun sebenarnya mereka adalah singa!
Banyak yang minder dengan bangsa lain. Seperti mindernya anak singa bermental kambing pada serigala dalam kisah di atas. Padahal sebenarnya, Bangsa ini adalah bangsa yang besar! Ummat ini adalah ummat yang besar!
Bangsa ini sebenarnya adalah singa dewasa yang sebenarnya memiliki kekuatan dahsyat. Bukan bangsa sekawanan kambing. Sekali rasa berdaya itu muncul dalam jiwa anak bangsa ini, maka ia akan menunjukkan pada dunia bahwa ia adalah singa yang tidak boleh diremehkan sedikitpun.
Bangsa ini sebenarnya adalah Sriwijaya yang perkasa menguasai nusantara. Juga sebenarnya adalah Majapahit yang digjaya dan adikuasa. Lebih dari itu bangsa ini, sebenarnya, dan ini tidak mungkin disangkal, adalah ummat Islam terbesar di dunia. Ada dua ratus juta ummat Islam di negeri tercinta Indonesia ini.
Banyak yang tidak menyadari apa makna dari dua ratus juta jumlah ummat Islam Indonesia. Banyak yang tidak sadar. Dianggap biasa saja. Sama sekali tidak menyadari jati diri sesungguhnya.
Dua ratus juta ummat Islam di Indonesia, maknanya adalah dua ratus juta singa. Penguasa belantara dunia! Itulah sebenarnya. Sayangnya, dua ratus juta yang sebenarnya adalah singa justru bermental kambing dan berperilaku layaknya kambing. Bukan layaknya singa! Lebih memperihatinkan lagi, ada yang sudah menyadari dirinya sesungguhnya singa tapi memilih untuk tetap menjadi kambing. Karena telah terbiasa menjadi kambing maka ia malu menjadi singa! Malu untuk maju dan berpotensi!
Yang lebih memprihatinkan lagi, mereka yang memilih tetap menjadi kambing itu menginginkan yang lain tetap menjadi kambing. Mereka ingin tetap jadi kambing sebab merasa tidak mampu jadi singa dan merasa nyaman jadi kambing. Yang menyedihkan, mereka tidak ingin orang lain jadi singa. Bahkan mereka ingin jadi orang lain jadi kambing yang lebih bodoh!
Marilah kita hayati diri kita sebagai seekor singa. Allah telah memberi predikat kepada kita sebagai ummat yang terbaik di muka bumi ini. Marilah kita bermental menjadi ummat yang terbaik. Jangan bermental ummat yang terkebelakang. Allah berfirman, "Kalian adalah sebaik-baik ummat yang dilahirkan untuk manusia, karena kalian menyuruh berbuat yang makruf, mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada ALllah.!" Ali Imran ayat 10.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh! "
Pidato motivasi yang disampaikan Azzam membuat dada para santri membara oleh semangat. Ketika Azzam turun, ia langsung disambut dengan takbir yang menggema di seluruh masjid. Pak Kiai Lutfi langsung memeluknya erat-erat dan mengatakan, "Aku cinta padamu Nak! Ini aku hadiahi kamu sorban yang paling kucintai, sorban pendiri pesantren ini!" Azzam menerima sorban itu dengan linangan air mata.
-Sambungan petikan dari Buku Ketika Cinta Bertasbih Episode 2, Habiburrahman El Shirazy-
- So, tamatlah sudah perkara yang nak dikongsikan oleh saya bersama kali ini...self- explanatory... Tak perlu dikomen lagi kot.
- Cuma mungkin perlu tukar dari bangsa Sriwijaya kepada bangsa lain bagi yang tidak berdarah Indonesia... Best juga kalau dapat dengar pidato2 sebegini rupa..
- Kena pandang jauh teman, jangan selesa berada di kalangan masing2 sahaja, suasana yang baik atau biah solehah memang bagus, cumanya tidak boleh tidak kena berada pada realiti semasa, berpijak pada bumi yang nyata, jangan syok sendiri.....
Wallahua'lam. ..moga bermanfaat.. .dan boleh share dengan sahabat2 jika mahu...
betul betul betul...
ReplyDelete